BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan ialah aspek utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sungguh berperan dalam membentuk baik atau buruknya langsung insan menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang bagus dibutuhkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu beradaptasi untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Reformasi pendidikan ialah respon terhadap perkembangan permintaan global selaku sebuah upaya untuk mengadaptasikan metode pendidikan yang bisa mengembangkan sumber daya insan untuk menyanggupi tuntutan zaman yang sedang meningkat . Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan periode depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi insan untuk menyebarkan seluruh peluangdan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup di kurun depan. Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang peran ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak asuh, sedangkan selaku pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak bimbing supaya menjadi manusia watak yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Djamarah beropini bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakan peran dan tanggung jawab guru selaku tenaga profesional semoga menjadi manusia tabiat yang cakap, aktif, inovatif, dan mandiri. Djamarah berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik ialah peran dan tanggung jawab guru selaku tenaga profesional2. Oleh alasannya adalah itu, peran yang berat dari seorang guru ini intinya hanya mampu dijalankan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi. Pada makalah ini akan diterangkan perihal bagaimana pendidikan menurut islam, kemudian bagaimana pendidik dan peserta latih berperan berdasarkan islam. Sehingga ketika kita ingin menjadi orang berpendidikan menurut ajaran islam, maka haruslah pula memahami apa itu islam berdasarkan pendidikan. Akhirnya golongan kami membuat makalah berjudul “Islam dan Pendidikan”, dimana makalah ini akan menunjukkan sedikit pengertian bagi pembaca yang ingin mengenali bagaimana pendidikan berdasarkan persepsi islam, dan mungkinkah teorisasi islam itu ada berdasarkan Al-Quran. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengertian Pendidikan menurut Islam? 2. Bagaimana teorisasi Pendidikan Berdasarkan Al-Quran? 3. Bagaimana implementasi Pendidikan Islam? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pemahaman Pendidikan menurut Islam? 2. Untuk mengetahui teorisasi Pendidikan Berdasarkan Al-Quran? 3. Untuk mengenali implementasi Pendidikan Islam? D. Manfaat Makalah ini berguna untuk referensi peneliti selanjutnya, bagaimana pendidikan menurut islam. Meskipun makalah ini belum tepat seutuhnya, akan namun berfaedah untuk siswa, mahasiswa, atau semua orang yang sedang mencari materi tentang persepsi pendidikan menurut islam. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pendidikan Islam Pendidikan merupakan sebuah proses generasi muda untuk dapat melakukan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.Pendidikan lebih dibandingkan dengan pengajaran, sebab pengajaran selaku suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala faktor yang dicakupnya. Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penitikberatan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak ajar di samping transfer ilmu dan keterampilan. Agama islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada umat insan mengenai berbagai aspek kehidupan baik kehidupan yang sifatnya duniawi maupun yang sifatnya ukhrawi. Salah satu pemikiran Islam yaitu mengharuskan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan, sebab dengan pendidikan manusia dapat menemukan bekal kehidupan yang baik dan terarah. Pengertian pendidikan secara biasa yang dihubungkan dengan Islam selaku sebuah system keagamaan menyebabkan pemahaman-pengertian baru, yang secara implicit menerangkan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya. Menurut Bahasa (lughatan) / Etimology Dalam konteks Islam, pendidikan secara bahasa (lughatan) ada tiga kata yang digunakan . Ketiga kata tersebut, yakni : 1) At-tarbiyah, 2) Al-ta’lim, dan 3) Al-ta’dib. Ketiga kata tersebut mempunyai makna yang saling berkaitan saling cocok untuk pemaknaan pendidikan dalam Islam. Ketiga makna itu mengandung makna yang amat dalam, menyangkut insan dan penduduk serta lingkungan yang dalam keterkaitannya dengan Tuhan berkaitan dengan satu sama lain. At-tarbiyah (التربية) berakar dari tiga kata, yaitu pertama, berasal dari kata rabba yarbu (يربو – ربا) yang artinya bertambah dan bertumbuh. Kedua, berasal dari kata rabiya yarbi (يربى – ربي) yang artinya tumbuh dan berkembang. Ketiga , berasal dari kata rabba yarubbu (يربو – رب) yang artinya memperbaiki, membimbing, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara. Al-ta’lim (التعليم) secara ligahwy berasala dari kata fi’il tsulasi mazid biharfin wahid, ialah ‘allama yu ‘allimu (يعلم – علم). Jadi ‘alama (علم) artinya mengajar. Al-ta’adib (التأديب) berasal dari kata tsulasi maszid bihaijmn wahid, yakni ‘addaba yu ‘addibu M (يأدب – أدب). Kaprikornus ‘addaba (أدب) artinya memberi etika. Elain yang tiga disebutkan diatas ada lagi ungkapan “riadhah” yang memiliki arti pelatihan. Menurut Abu ‘Ala al-Mardudi kata rabbun (رب) terdiri atas dua huruf ra dan ba tasydid yang merupakan pecahan dari kata tarbiyah yang bermakna pendidikan, pengasuhan dan sebagainya. Selain itu kata ini meliputi banyak arti mirip “kekuasaan, perlengkapan pertanggung tanggapan, perbaikan, penyempurnaan, dan lain-lain.” Kata ini juga merupakan predikat bagi sebuah kebesaran, keagungan, kekuasaan, dan kepemimpinan. Didalam al-qur’an contohnya kat a rabbun (رب) terdapat dalam surat alfatihah ayat ke dua. Pengertian ta’lim menurut Abd. al-Rahman sebatas proses penstrasferan pengetahuan antar insan. Ia hanya dituntut untuk menguasai wawasan yang ditransfer secara kognitif dan psikomotorik, atau namun tidak dituntut pada domain afektif. Ia hanya sekedar memberitahu atau memberi wawasan, tidak mengandung arti pelatihan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan arah pembentukan kepribadian yang disebabkan perlindungan wawasan. Selanjutnya kata ta’lim juga terdapat dalam al-qur’an surat Al-baarah : 31. Selanjutnya kata ta’dib berdasarkan al-Atas ialah pengenalan dan pengesahan daerah-kawasan yang sempurna dan segala sesuatu yang didalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan akreditasi kekuasaan dan keagungan Tuhan didalam tatanan wujud dan kebenarannya. Kata ta’dib terdapat didalam hadits Rasulullah SAW : “Tuhanku telah menta’dib (mendidik)ku maka dia sempurnakan ta’dib (pendidikan)ku.” Sedangkan kata riyadhah hanya dipopulerkan oleh al-Ghazali. Baginya riyadhah adalah proses pembinaan individu pada kala kanak-kanak. Berdasarkan pengertian tersebut, al-Ghazali cuma menghususkan penggunaan al-riyadhah untuk fase kanak-kanak, sedang fase lainnya tidak tercakup didalamnya. Menurut Istilah (ishtilahan) / Terminology Pendidikan Islam yaitu proses transisternalisasi atau transaksi pengetahuan dan nilai-nilai Islam terhadap penerima bimbing malalui upaya pengajaran, adaptasi, panduan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensi, guna meraih keharmonisan dan kesempurnaan hidup didunia dan darul baka. Menurut Para Pakar Menurut Prof Omar Mohammad , Pengertian Pendidikan Islam yaitu proses mengganti tingkah laku individu pada kehidupan langsung, alam sekitar dan masyarakatnya, dengan cara pengajaran sebagai sebuah aktivitas asasi dan sebagai profesi diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat. Menurut Muhammad S A Ibrahimy , Pengertian Pendidikan Islam adalah suatu tata cara pendidikan yang memungkinkan seseorang mampu mengarahkan kehidupannya sesuai dengan harapan islam, sehingga dengan gampang seseorang mampu membentuk hidupnya seiring dengan pertumbuhan iptek. Muhammad Fadhil Al-Jamali menngemukakan Pengertian Pendidikan Islam ialah upaya menyebarkan, mendorong serta mengajak seseorang lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, biar terbentuk suatu langsung yang lebih sempurna, baik itu yang berkaitan dengan tindakan, nalar maupun perasaan. Dari pengertian pendidikan islam yang diungkapkan para ahli di atas, mampu disimpuLkan bahwa Pengertian Pendidikan islam ialah sebuah proses untuk mengganti tingkah laris individu dalam kehidupannya menurut pada syariat islam. Pada seminar pendidikan islam seluruh Indonesia tahun 1960 dikemukakan Pengertian Pendidikan islam yaitu tutorial kepada kemajuan rohani dan jasmani berdasarkan pedoman islam dengan hikmah, mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan memantau berlakunya semua pemikiran islam. Dari pemahaman ini mampu diartikan bahwa di dalam proses pendidikan islam terdapat perjuangan menghipnotis jiwa anak asuh lewat suatu proses yang setingkat demi setingkat akan menuju pada tujuan yang sudah ditetapkan, ialah menanamkan budpekerti dan takwa serta menegakkan kebenaran sehingga terbentuklah insan yang berkepribadian dan berbudi luhur dengan ajaran islam. Dalil Al-Quran tentang Pendidikan Pendidikan Islam sebagai salah satu faktor dari pedoman Islam yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad saw. Dari kedua sumber tersebut, para intelektual muslim lalu mengembangkannya dan mengklasifikannya kedalam dua bab yakni: Pertama, kepercayaan untuk pemikiran yang berkaitan dengan keimanan; kedua, ialah syariah untuk aliran yang berhubungan dengan amal aktual (Muhammad Syaltut). Dan selaku komplemen yaitu fisafat selaku alat bantuk dalam berpikir insan untuk senantiasa menyebarkan pengetahuan yang telah di miliki. Filalsafat tersebut dipakai untuk mengetahui urusan yang sedang dihadapi dan bagaimana menyelesaikan problem tersebut tanpap menimbulkan problem yang lebih besar. Tentu saja dalam perkembangan yang dilakukan oleh manusia tidak akan terlepas dari perintah dan larangan agama, karena dalam hal ini agama memrupakan sumber yang paling utama dan mmenduduki kedudukan yang tertinggi yang disusul lalu adalah filsafat, lalu ilmu pengetahuan. Oleh alasannya adalah pendidikan (formal, nonformal dan informal) tergolong amalan yang nyata dan harus dilakukan, maka pendidikan tercakup dalam bidang syariah. Bila diklasifikasikan lebih lanjut, termasuk dalam sub bidang muamalah. Pengklasifikaksian ini tidak terlepas dari adanya tanggung jawab yang wajib bahwa pendidikan merupakan suatu keperluan yang nantinya akan menyangkut keperluan orang banyak (social penduduk ). Dengan demikian maka jelaslah bahwa sebaik-baik orang ialah dia yang mampu menawarkan donasi pada penduduk sekitanya. Dan perintah ajarkanlah ilmu walau satu ayat. Berikut beberapa ayat Al-Quran yang membahas wacana pendidikan : 1. QS: As Shafaat: 102 Yang artinya: “Maka saat anak itu sampai (pada umur) mampu berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Isma‘il) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang Diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku tergolong orang yang sabar.” 2. Ar-Rahman ayat 1-4 (Tentang subyek pendidikan) Yang artinya: “(Rabb) Yang Maha Pemurah. Yang telab mengajarkan al Qur’an.Dia menciptakan insan.Mengajarnya cerdik berbicara /AI-Bayan”. 3. Surah Luqman: 13 Artinya: ”Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah sungguh-sungguh kezaliman yang besar”. 4. Surah al-Kahf ayat 66 (Tentang Pendidik) Yang artinya: ”Musa berkata kepada Khidhr “Bolehkah saya mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu” (QS. 18: 66)”. 5. Surah asy-Syu’ara: 214 Yang artinya: “Dan berilah perayaan kepada saudara-kerabatmu yang terdekat” ( QS. 26: 214). 6. Surah ‘Abasa ayat 1-3 Yang artinya: “Dia (Muhammad ) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya Tahukah kau barangkali ia ingin membersihkan dirinya dari dosa” QS. 80: 1 – 3) 7. Surah al-Ankabut: 19-20 Yang artinya: “Dan apakah mereka tidak mengamati bagaimana Allah membuat (insan) dari permulaannya, lalu mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu gampang bagi Allah. Katakanlah: “Berjalanlah di (tampang) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah membuat (manusia) dari permulaannya, lalu Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya.Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS 29: 19 – 20). 8. Surat al-‘Alaq ayat 1-5 Yang artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu yang Menciptakan. Dia sudah Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan-mulah Yang Maha Mulia. Yang Mengajar (insan) dengan pena. Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. 80: 1 – 5). 9. Surah At-Taubah ayat 122 Yang artinya: “Tidak selayaknya bagi orang-orang yang muKmin itu pergi seluruhnya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap kalangan diantara mereka beberapaorang untuk memperdalam wawasan mereka ihwal agama dan untuk memberi peringatan terhadap kaumnya, semoga mereka itu dapat mempertahankan dirinya”. (QS. 09: 122). 10. Surat An-Nahl ayat 125 Yang artinya: “Ajaklah kepada jalan Tuhan mu dengan cara yang bijaksana dan dengan mengajarkan yang baik, dan berdiskusilah dengan mereka secara lebih baik” . (QS. 16: 125) Sedangkan berikut beberapa Hadist yang membicarakan tentang pendidikan : 1. " Menuntut ilmu ialah kewajiban bagi setiap muslim" [ H.R. Ibnu Majah ] 2. “Siapa saja yang alloh kehendaki baginya kebaikan maka ia akan difahamkan dalam problem agama" [ H.R. Bukhari & Muslim ] 3. " Tidak diperbolehkan iri kecuali pada dua hal; Seorang laki-laki yang Alloh karuniai harta lantas beliau membelanjakannya di jalan yang benar dan seorang yang Alloh karuniai pesan tersirat (ilmu) lantas ia berzakat dengannya serta mengajarkannya" [ H.R. Bukhari & Muslim ] 4. “Jika seorang anak Adam (insan) meninggal, maka seluruh amalannya terputus kecuali dari tiga hal; Shedekah jariah, ilmu yang berguna dan anak sholih yang selalu mendoakannya" [ H.R. Muslim ] 5. “Barangsiapa yang menapaki sebuah jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga. [ H.R. Ibnu Majah & Abu Dawud ] B. Tujuan Pendidikan Islam Berbicara ihwal tujuan pendidikan, tak mampu mengajak kita berbicara tentang tujuan hidup, yakni tujuan hidup insan. Di mana insan diciptakan untuk menjadi khalifah, manusia yang dianggap selaku khalifah Allah SWT tidak dapat memegang peranan tanggung jawab segi khalifah kecuali kalua beliau dilengkapi dengan potensi-kesempatanyang membolehkan berbuat demikian. Zakiah Daradjat (1992:29) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuan adalah sesuatu yang diperlukan tercapai setelah suatu usaha atau acara tamat. Pendidikan adalah suatu perjuangan atau aktivitas yang berproses lewat tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan tertentu. Karena pendidikan terealisasi dalam tahapan tertentu itu, Maka pendidikan tentu saja mempunyai tujuan yang sedikit demi sedikit dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah sebuah benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi beliau merupakan sebuah keseluruhan dari kepribadian seseorang, adalah berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya yang berjenjang. Ramayulis (2002:75) mengemukakan faktor-aspek tujuan pendidikan Islam dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam. Menurut ia, faktor tujuan pendidikan Islam itu mencakup empat hal, ialah: (1) tujuan jasmaniah (ahdaf jismiyyah), (2) tujuan rohaniah (ahdaf al-ruhiyyah), (3) tujuan logika (ahdaf al-aqliyyah), dan (4) tujuan sosial (ahdaf al-ijtima’iyyah). Masing-masing aspek tujuan tersebut akan diuraikan di bawah ini. 1. Tujuan Jasmaniyah (Ahdaf al-Jismiyyah) Tujuan Pendidikan perlu dikaitkan dengan tugas insan selaku khalifah di tampang bumi yang mesti memiliki kesanggupan jasmani yang anggun di samping rohani yang teguh. Dalam Hadits Rasulullah SAW bersabda: Artinya: “Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih di sayangi oleh Allah dibandingkan dengan orang mukmin yang lemah” Mansyur (1992:43). Kata “kuat” dalam hadits di atas dapat diartikan dengan besar lengan berkuasa secara jasmani sesuai dengan firman Allah: “Sesungguhnya Allah sudah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang kuat perkasa”(Q.S. Al-Baqarah: 247). Dalam ayat di atas dikisahkan bahwa Talut dipilih oleh Allah menjadi raja karena akil dan besar lengan berkuasa tubuhnya untuk melawan Djalut yang terkenal bertubuhbesar seperti raksasa, tetapi Talut dapat mengalahkannya dengan perantaraan Daud yang melemparkan bandilnya dengan tunjangan Allah mampu merobohkan badan Djalut hingga tewas. Makara tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk insan muslim yang sehat dan besar lengan berkuasa jasmaninya serta memiliki keahlian yang tinggi (Arifin, 1992:229) 2. Tujuan Rohaniah (Ahdaf al-Ruhiyah) Kalau kita amati, namun ini dikaitkan dengan kesanggupan insan mendapatkan agama Islam yang inti ajarannya yaitu keimanan dan ketaatan terhadap Allah, Tuhan Yang Maha Esa dengan tunduk dan patuh terhadap nilai-nilai moralitas yang diajarkan-Nya dengan mengikuti keteladanan Rasulullah SAW, inilah tujuan rohaniah pendidikan Islam. Tujuan pendidikan rohaniah diarahkan kepada pembentukan etika mulia, yang ini oleh para pendidik terbaru Barat dikategorikan selaku tujuan pendidikan religious, yang oleh pada umumnya pemikir pendidikan Islam tidak disetujui istilah itu, karena akan menawarkan kesan akan adanya tujuan pendidikan yang non religius dalam Islam. Muhammad Qutb mengatakan bahwa tujuan pendidikan ruhiyyah mengandung pemahaman “ruh” yang ialah mata rantai pokok yang menghubungkan antara insan dengan Allah, dan pendidikan Islam mesti bermaksud untuk membimbing manusia sedemikian rupa sehingga ia senantiasa tetap berada di dalam hubungan dengan-Nya. (Saleh, 1990:142) 3. Tujuan Aqliyah (Ahdaf al-Aqliyyah) Selain tujuan jasmaniyah dan tujuan rohaniah, pendidikan Islam juga memperhatikan tujuan akal. Aspek tujuan ini bertumpu pada pengembangan intelegensia (kecerdasan) yang berada dalam otak. Sehingga mampu mengetahui dan menganalisis fenomena-fenomenan ciptaan Allah di jagad raya ini. Seluruh ala mini bagaikan sebuah buku besar yang harus dijadikan obyek pengamatan dan renungan asumsi insan sehingga daripadanya dia menerima ilmu wawasan dan teknologi yang semakin berkembang dan makin mendalam. Firman Allah yang mendorong pendidikan nalar banyak terdapat di dalam Al-Qur’an tak kurang dari 300 kali (Arifin, 1991:233) . Kemudian lewat proses pengamatan dengan panca indera, manusia dapat dididik untuk memakai akal kecerdasannya untuk meneliti, menganalisis keajaiban ciptaan Allah di alam semesta yang berisi khazanah ilmu wawasan yang menjadi materi pokok pedoman yang analitis untuk dikembangkan menjadi ilmu-ilmu wawasan yang diterapkan dalam bentuk-bentuk teknologi yang kian canggih. Proses intelektualisasi pendidikan Islam terhadap target pendidikannya berlawanan dengan proses yang sama yang dijalankan oleh pendidikan non Islami, misalnya pendidikan sekuler di Barat. Ciri khas pendidikan yang dikerjakan oleh pendidikan Islam yaitu tetap menanamkan (menginternalisasikan) dan mentransformasikan nilai-nilai Islam seperti keimanan, etika dan ubudiyah serta mu’amalah ke dalam langsung insan ajar. 4. Tujuan Ijtima’iyah (Ahdaf al-Ijtima’iyyah) Tujuan sosial ini ialah pembentukan kepribadian yang utuh dari roh, tubuh, dan nalar. Di mana identitas individu di sini tercermin sebagai manusia yang hidup pada penduduk yang plural (beragam). Tujuan pendidikan sosial ini penting artinya alasannya manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi seyogyanya memiliki kepribadian yang utama dan seimbang. Yang alhasil tidak mungkin insan menjauhkan diri dari kehidupan bermasyarakat (Sujono, 2005:16). Individu merupakan bab integral dari anggota kelompok di dalam masyarakat atau keluarga, atau sebagai anggota keluarga dan pada waktu yang serupa selaku anggota masyarakat. Kesesuaiannya dengan cita-cita sosial diperoleh dari individu-individu. Maka persaudaraan dianggap sebagai salah satu kunci rancangan sosial dalam Islam yang menghendaki setiap individu memperlukan individu yang lain dengan cara-cara tertentu. Keserasian antara individu dan masyarakat tidak memiliki sifat kontradisi antara tujuan sosial dan tujuan individual. “Aku” yakni “kami”. Merupakan pernyataan yang dilarang mempunyai arti kehilangan “saya”-nya. Pendidikan menitikberatkan kemajuan huruf-huruf yang unik, agar manusia bisa beradaptasi dengan standart penduduk bantu-membantu dengan harapan yang ada padanya. Keharmonisan yang mirip inilah yang ialah karakteristik pertama yang akan dicari dalam tujuan pendidikan Islam. Oleh alasannya adalah itu aspek sosial haruslah menerima perhatian dengan porsi yang cukup di dalam pendidikan Islam, agar penerima asuh bisa dan pintar menempatkan diri pada lingkungannya, tolong menolong dan saling menolong dengan masyarakatnya, sekaligus menyadari bahwa dirinya tidak mungkin hidup sendiri tanpa pinjaman dari lainnya. Yang dengan demikian, seorang muslim atau akseptor latih, akan dapat diterima oleh masyarakatnya, dan dia mampu damai dan serasi hidup di tengah-tengah masyarakat. C. Metode Pendidikan Islam Dari segi Bahasa, metode berasal dari dua kata, yaitu kata “ meta” yang berati melalui dan kata “hodos” yang berati jalan, dengan demikian metode berati jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Jalan meraih tujuan ini berarti diposisikan pada posisi sebagai cara untuk mendapatkan, menguji dan menyusun data yang dibutuhkan bagi pengembangan ilmu atau tersistematikanya. Dengan pemahaman tersebut berati tata cara lebih menunjukkan selaku alat untuk mengolah dan mengemban suatu pemikiran . Selanjutnya jika kata metode tersebut diartikan dengan pendidikan islam, mampu berate bahwa tata cara selaku jalan untuk menanamkan wawasan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi objek atau sasaran, yakni eksklusif islami. Selain itu metode dapat pula bermakna sebagai cara untuk memahami, menggali dan mengembangkan pedoman Islam sehingga terus berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Demikianlah ilmu pendidikan islam merangkum metodelogi pendidikan islam yang peran dan fungsinya yaitu memperlihatkan cara sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dan ilmu pendidikan tersebut. Ada beberapa metode dalam pendidikan islam yang dikemukakan para andal diantaranya: a. Keteladanan Metode teladan atau dukungan teladan merupakan teknik pendidikan yang efektif alasannya adalah menunjukkan cukup besar imbas dalam mendidik. Sehingga dapat menterjemahkan dengan tingkah laku, tindak tanduk, perumpamaan rasa dan fikiran, sehingga menjadi dasar dalam arti suatu sistem. Dengan demikian, suatu metodelogi akan berkembang menjadi suatu gerakan. Karena itulah, maka Allah mendelegasikan Nabi Muhammad SAW menjadi acuan untuk manusia. Dalam diri ia Allah menyusun sebuah bentuk tepat yang mengandung nilai paedagogis bagi kelancaran hidup manusia. Seperti ayat yang menyatakan (Q.S. Al-Ahzab:21) Artinya “Sesungguhnya sudah ada pada (diri) Rasullulah itu suri acuan yang bagus bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah” b. Metode permisalan Mendidik dengan memakai sistem dukungan ungkapan atau metode instal ihwal kekuasaan ilahi dalam menciptakan hal-hal yang hak dan hal-hal yang bathil, contohnya selaku yang digambarkan Allah SWT dalam firman-Nya dalam surat (Q.S. Ar-Ra’d:17) yang Artinya “ Allah sudah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu menjinjing buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat komplemen atau alat-alat, ada (pula) buihnya mirip buih arus itu. Demikianlah Alllah menciptakan istilah ( bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang taka da harganya; adapun yang memberi manfaat terhadap manusia, maka ia tetap dibumi. Demikianlah Allah menciptakan istilah-perumpamaan”. c. Metode Motivasi Yaitu cara memperlihatkan pelajaran dengan memperlihatkan dorongan (motivasi) untuk mendapatkan kegembiraan jika menerima berhasil dalam kebaikan, sedangkan jika dalam keadaan tidak sukses karna tidak inginmengikuti isyarat yang benar maka akan menerima kesusahan. Metode ini juga disebut selaku sistem targhieb dan tarhieb ( kado dan ancaman ). Yang memperlihatkan dorongan untuk selalu berbuat baik dalam hal-hal yang bersifat nyata. Dalam Al-Qur’an diterangkan dalam surat Al-Zalzalah ayat 7-8 yang Artinya: “ barang siapa yang melakukan kebaikan seberat dzarrahpun, niscanya ia akan melihat (akhir)nya (7). Dan barang siapa yang melakukan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscanya dia akan melihat (akhir)nya pula (8)”. d. Metode Instruksional Yaitu tata cara yang bersifat mengajar wacana ciri-ciri orang yang beriman dan bersikap serta berperilaku laris semoga mereka dapat mengetahui bagaimana semestinya mereka bersikap dan bertingkah dalam kehidupan sehari-hari. e. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab sering digunakan oleh Rasullulah SAW dan para Nabi dalam mengerjakan agama terhadap umatnya. Bahkan para andal pikir dan filosofinya pun banyak memanfaatkan tata cara tanya jawab ini. Oleh risikonya, tata cara ini yaitu yang paling tua dalam dunia pendidikan dan pengajaran disamping sistem ceramah. Namun efektifnya lebig besar dibandingkan dengan metode-tata cara yang lain, karena dengan tanya jawab, penegrtian dan pengertian seseorang dapat lebih dimantapkan, sehingga segala bentuk kesalahpahaman, kelemahan daya tangkap kepada pelajaran mampu dikesampingkan. Dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 43 yang Artinya : “ dan kami tidak mendelegasikan sebelum kau, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah terhadap orang yang mempunyai wawasan bila kau tidak mengenali”. f. Metode Kisah-cerita Kisah atau cerita sebagai sistem pendidikan ternyata mempunyai daya Tarik yang menjamah perasaan. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi kisah itu, dan menyadari pengaruhnya yang besar kepada perasaan. Oleh karena itu islam mengeksploitasi kisah itu untuk dijadikan salah satu teknik pendidikan. Ia menggunakan berbagai jenis kisah; dongeng sejarah fatctual yang memperlihatkan sebuah teladan kehidupan insan yang ditampilkan oleh teladan-pola tersebut, dongeng drama yang melukiskan fakta yang sebetulnya namun mampu dipraktekkan kapan dan di ketika apapun. Metode ini dicontohkan dalam Al-Qur’an surat Al-Qashash ayat 76 yang Artinya: “ Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka beliau berlaku aniaya terhadap mereka, dan kami sudah menganugrahkan kepadanya perbendaharaan harta yang besar lengan berkuasa-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu gembira; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri”. D. Fungsi Pendidikan Islam dalam Al-Qur’an Fungsi pendidikan Islam, diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 151 yang artinya : “ sebagaimana kami telah mengutus terhadap kau sekalian seorang rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepadamu, menyucikan mu , mengajarkan al-kitab, dan al-nasihat, dan mengajarkan kepadamu yang belum kamu ketahui” . (QS.Al-Baqarah:151) Dari ayat diatas ada 5 fungsi pendidikan yang dibawa nabi Muhammad, yang dijelaskan dalam tafsir al-Manar Karangan Muhammad Abduh: 1. Membacakan ayat-ayat kami, (membaca ayat-ayat Allah) adalah membaca ayat-ayat dengan tidak tertulis dalam al-qur’an, ayat-ayat tersebut tidak lain yakni alam semesta. Dan isinya termasuk diri manusia sebagai mikro kosmos. Dengan kesanggupan membaca ayat-ayat allah pengetahuan seseorang makin luas dan mendalam, sehingga sampai pada kesadaran diri terhadap wujud zat yang maha pencipta (adalah Allah) 2. Menyucikan diri merupakan efek eksklusif dari pembacaan ayat-ayat Allah setelah mengkaji gejala-tanda-tanda serta menangkap hukum-hukumnya. Yang dimaksud dengan penyucian diri dari syirik (menyekutukan Allah) dan memelihara etika al-karimah. Dengan sikap dan prilaku demikianlah fitrah kemanusiaan manusia akan terpelihara. 3. Yang dimaksud mengajarkan al-kitab yakni al-quran al-karim yang secara eksplisit berisi tuntunan hidup. Bagaimana manusia berafiliasi dengan tuhan, dengan sesame manusia dan dengan alam sekitarnya. 4. Hikmah, menurut abduh adalah hadis, akan tetapi kata al-pesan yang tersirat diartikan lebih luas adalah akal, maka yang dimaksud ialah kebijaksanaan hidup berdasarkan nilai-nilai yang dating dari allah dan rasulnya meskipun manusia sudah memiliki kesadaran akan perlunya nilai-nilai hidup, namun tanpa pemikiran yang mutlak dari Allah, nilai-nilai tersebut akan nisbi. Oleh alasannya adalah itu menurut islam nilai-nilai kemanusiaan mesti disadarkan pada nilai-nilai tuhan. 5. Mengajarkan ilmu pengetahuan, banyak ilmu pengetahuan yang belum terungkap, itulah sebabnya Nabi Muhammad mengajarkan pada umatnya ilmu wawasan yang belum dikenali oleh umat sebelumnya alasannya adalah peran utamanya ialah membangun adab al-karimah. E. Elemen Pendidikan Islam 1. Pendidik a. Pengertian Pendidik Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik disebut dengan murabbi , muallim dan muaddib . Kata murabbi berasal dari kata rabba , yurabbi . Kata muallim isim fail dari allama , yuallimu sebagaimana didapatkan dalam al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 31, sedangkan kata muaddib , berasal dari addaba , yuaddibu , seperti sabda Rasul: “ Allah mendidikku, maka ia menawarkan kepadaku sebaik-baik pendidikan ”. Ketika term itu, muallim, murabbi, muaddib, mempunyai makna yang berlawanan, sesuai dan kontek kalimat, meskipun dalam suasana tertentu memiliki kesamaan makna. Kata atau perumpamaan “ murabbi ” contohnya, sering ditemui dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti ini tampakdalam proses orang bau tanah membesarkan anaknya. Mereka pastinya berusaha memperlihatkan pelayanan secara sarat semoga anaknya berkembang dengan fisik yang sehat dan berkepribadian serta akhlak yang terpuji. Sedangkan untuk perumpamaan “mu’allim”, kebanyakan digunakan dalam membahas acara yang lebih terfokus pada bantuan atau pemindahan ilmu wawasan (baca : pengajaran), dari seorang yang tahu terhadap seseorang yang tidak tahu. Adapun ungkapan “muaddib”, berdasarkan al-attas, lebih luas dari istilah “mu’allim” dan lebih berkaitan dengan konsep pendidikan Islam (Al-Attas, 2000:5) . Beragamnya penggunaan perumpamaan pendidikan dalam literature pendidikan Islam, secara tidak eksklusif sudah memberikan dampak kepada penggunaan ungkapan untuk pendidik. Hal ini tentunya sesuai dengan kecenderungan dan argumentasi masing-masing pemakai ungkapan tersebut. Bagi mereka yang condong memakai istilah tarbiyah, pasti murabbi yaitu sebutan yang tepat untuk seorang pendidik. Dan bagi yang merasa bahwa ungkapan ta’lim lebih cocok untuk pendidikan, sudah pasti beliau memakai ungkapan mu’allim untuk menyebut seorang pendidik. Begitu juga halnya dengan mereka yang cenderung memakai term ta’dib untuk mengistilahkan pendidikan, terutama mua’ddib menjadi pilihannya dalam mengungkapkan atau mengistilahkan seorang pendidik. Namun walau demikian, tampaknya perumpamaan mu’allim lebih sering ditemui dalam berbagai literaratur pendidikan Islam, daripada yang lainnya. Gambaran wacana hakikat pendidik dalam Islam, adalah orang-orang yang bertanggung jawab kepada pertumbuhan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi anak asuh, baik afektif, kognitif dan psikomotor (Tafsir, 1994:75) . b. Syarat-Syarat Pendidik Al-Kanani mengemukakan patokan seorang pendidik atas dua macam ialah (1) Yang berkenaan dengan dirinya sendiri, (2)) Yang berkenaan dengan muridnya. Pertama, syarat-syarat guru berafiliasi dengan dirinya, adalah : 1) Hendaknya guru selalu insyaf akan pengawasan Allah terhadapnya dalam segala perkataan dan tindakan bahwa beliau memegang amanat ilmiah yang diberikan Allah kepadanya. 2) Hendaknya guru memelihara kemulian ilmu. 3) Hendaknya guru bersifat zuhud. 4) Hendaknya guru tidak berorientasi duniawi dengan menyebabkan ilmunya selaku alat untuk meraih kedudukan, harta, prestise, atau kebanggaan atas orang lain. 5) Hendaknya guru menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara’, dan menjauhi suasana yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang menjatuhkan harga dirinya di mata orang banyak. 6) Hendaknya guru memelihara syiar-syiar Islam, mirip melaksanakan shalat berjamaah di masjid, mengucapkan salam, serta melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar. 7) Guru hendaknya bersungguh-sungguh melaksanakan hal-hal yang disunnatkan oleh agama, baik dengan verbal maupun perbuatan, mirip membaca Al- Qur’an, berzikir, dan shalat tengah malam. 8) Guru hendaknya memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulannya dengan banyak orang dan menghindarkan diri dari budbahasa yang buruk. 9) Guru hendaknya selalu mengisi waktu-waktu luangnya dengan hal-hal yang berfaedah, mirip beribadah, membaca dan mengarang. 10) Guru hendaknya hendaknya selalu bersikap terbuka kepada masukan apapun yang bersifat nyata dan dari manapun datangnya. 11) Guru hendaknya bersungguh-sungguh meneliti, menyusun, dan mengarang dengan mengamati keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk itu. Kedua, aba-aba etik guru di tengah-tengah para muridnya, antara lain: 1) Guru hendaknya mengajar dengan niat menghendaki ridha Allah, membuatkan ilmu, menghidupkan syara’ menegakkan kebenaran, dan melenyapkan kebathilan serta memelihara kemaslahatan umat. 2) Guru hendaknya tidak menolak untuk mengajar murid yang tidak mempunyai niat ikhlas dalam mencar ilmu. 3) Guru hendaknya mencintai muridnya mirip dia mengasihi dirinya sendiri. 4) Guru hendaknya memotivasi murid untuk menuntut ilmu seluas mungkin. 5) Guru hendaknya memberikan pelajaran dengan bahasa yang mudah dan berusaha supaya muridnya dapat mengetahui pelajaran. 6) Guru hendaknya melakukan penilaian kepada acara mencar ilmu mengajar yang dilakukannya. 7) Guru hendaknya bersikap adil kepada semua muridnya. 8) Guru hendaknya berusaha menolong menyanggupi kemaslahatan murid, baik dengan kedudukan dan hartanya. 9) Guru hendaknya terus mengawasi pertumbuhan murid, baik intelektual maupun akhlaknya. Suatu hal yang sangat menarik dari teori perihal aba-aba etik (syaratsyarat) pendidik yang dikembangkan oleh al-Kanani itu adanya komponen yang menekankan pentingnya sifat kasih sayang, lemah lembut terhadap anak didik. Agaknya, pertimbangan mereka itu didasarkan atas sabda Rasululllah SAW yang artinya : “Sesungguhnya aku dan kau laksana bapak dengan anaknya”. Selain itu juga didasarkan atas paham mereka bahwa jikalau guru telah memiliki rasa kasih sayang yang tinggi terhadap muridnya, maka guru tersebut akan berupaya semaksimal mungkin untuk memajukan keahliannya sebab beliau ingin memberikan yang terbaik terhadap murid-murid yang disayanginya. Tentunya hal itu dilatarbelakangi oleh sebuah sikap untuk senantiasa bercermin terhadap budbahasa Allah (asma al husna) dan menjiplak budpekerti Rasulullah dalam mendidik umatnya. 2. Peserta Didik Yang dimaksud obyek pendidikan di sini adalah seorang anak didik. Sama halnya teori Barat, anak ajar dalam pendidikan Islam ialah anak yang sedang tumbuh dan meningkat baik secara fisik maupun psikologis. Untuk meraih tujua pendidikannya melalui forum pendidikan dialah piak yang harus diajar, dibina dan dilatih unuk disediakan biar menjadi insan yang kokoh Iman dan Islamnya serta berakhlak mulia (Ulwan, 1995:59) . Pengertian di atas memperlihatkan bahwa anak latih ialah anak yang belum remaja dan masih membutuhkan proses binaan dan panduan dari orang lain untuk berkembang dan menjelma sampaumur. Dewasa dalam arti secara fisik dan psikologisnya, serta mempunyai kemampuan berpikir kearah yang lebih konkret dan mapan. Dalam persepsi yang lebih modern anak didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan berdasarkan fitrahnya masing-masing, mereka membutuhkan tutorial dan pengarahan yang konsisten dari orang lain kearah titik maksimal kemampuan fitrahnya (Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), 2003:144) . Selain itu tidak hanya di pandang sebagai obyek atau sasaran pendidikan tetapi dia juga sebagai subyek pendidikan. Perlakuan ini dibutuhkan agar anak didik secara eksklusif dapat berinteraksi dengan masalah-problem pendidikan dan melibatkan diri dalam proses pemecahannya. Selain itu dia juga ikut secara aktif dalam proses mencar ilmu mengajar, sehingga beliau mampu berkembang daya kreativitasnya ke tingkat yang lebih optimal. Dalam Bahasa Arab kita mengenal tiga ungkapan yang menunjuk kepada anak latih. Tiga perumpamaan tersebut yakni tilmidz yang mempunyai arti murid. Kemudian murid yang secara harfiah bermakna orang yang menghendaki atau memerlukan sesuatu dan thalib al-‘ilm yang secara berarti pelajar, mahasiswa atau orang yang sedang berguru (Yunus, 1990:238) . Ketiga perumpamaan tersebut mengacu terhadap seorang yang tengah menempuh pendidikan. Perbedaannya terletak pada penggunaannya, pada sekolah tingkat rendah kita mengenal ungkapan murid, sedangkan pada sekolah tingkat lanjutan atau perguruan tinggi tinggi kita mengenal perumpamaan thalib. Berdasarkan pemahaman di atas, maka anak bimbing dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan wawasan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan. Dalam persepsi Islam hakikat ilmu berasal dari Allah, sedangkan proses memperolehnya dilakukan melalui mencar ilmu terhadap seorang guru. Karena ilmu itu dari Allah maka menenteng konsekuensi perlunya seorang anak latih mendekatkan diri kepada Allah atau menghiasi dirinya dengan adat mulia yang diminati Allah dan sedapat mungkin menjauhi perbuatan yang tidak disukai Allah dalam relasi ini muncul lah aturan yang bersifat normatif ihwal perlunya kesucian jiwa bagi penerima didik yang sedang menuntut ilmu, sebab dia sedang mengharap ilmu yang ialah anugerah dari Allah. Selanjutnya, karena seorang yang sedang mencari ilmu juga memerlukan kesiapan fisik yang prima, akal yang sehat, anggapan yang jernih dan jiwa yang hening, maka perlu adanya pemeliharaan dan perawatan yang sungguh-sungguh terhadap kesempatandan media indera, fisik, dan metal yang diperlukan untuk mencari ilmu (Supriyanto, 2006:71-77) . 3. Lembaga Pendidikan Islam a. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam Berdasarkan secara etimologi, lembaga ialah asal sesuatu, contoh, sesuatu yang memberi bentuk pada lainnya, badan atau organisasi yang bermaksud mengadakan suatu observasi keilmuan atau melaksanakan sebuah perjuangan. Dari pemahaman di atas mampu dimengerti bahwa forum mengandung dua arti, antara lain: (1) pemahaman secara fisik, material, kongkrit, dan (2) pengertian secara non-fisik, non-material, dan absurd (Daud, 2004:1) . Sedangkan dalam kamus bahasa Inggris, lembaga memiliki arti institute (dalam pemahaman fisik), yakni sarana atau organisasi untuk meraih tujuan tertentu dan lembaga dalam pengertian non-fisik atau abstrak yaitu institution, yakni sebuah metode norma untuk memenuhi keperluan . lembaga dalam pemahaman fisik disebut juga dengan bangunan, dan lembaga dalam pemahaman non-fisik disebut dengan pranata. Dalam memberikan definisi secara terminologi, antara lain: Hasan Langgulung (2007:12-13), mengemukakan bahwa forum pendidikan itu ialah suatu system peraturan yang bersifat mujarrad, suatu konsepsi yang berisikan aba-aba-instruksi, norma-norma, ideology-ideologi dan sebagainya, baik tertulis atau tidak, termasuk peralatan material dan organisasi simbolik: golongan insan yang berisikan individu-individu yang dibuat dengan sengaja atau tidak, untuk mencapai tujuan tertentu dan daerah-tempat kelompok itu melakukan peraturan-peraturan tersebut yakni: mesjid, sekolah, kuttab dan sebagainya. Daud Ali dan Habibah Daud (2004:1) , menerangkan bahwa ada dua komponen yang kontrakdiktif dalam pengertian lembaga, pertama pemahaman secara fisik material, kongkrit, dan kedua pengertian secara non fisik, non material dan absurd. Terdapat dua model pemahaman forum dapat dimengerti alasannya adalah forum ditinjau dari segi fisik merupakan sebuah badan dan fasilitas yang didalamnya ada beberapa orang yang menggerakkannya, dan ditinjau dari aspek non fisik lmerupakan sebuah system yang berperan membantu meraih tujuan. Amin Daien (1990:99) mendefinisikan forum pendidikan dengan orang atau badan yang secara masuk akal mempunyai tanggung jawab kepada pendidikan. Rumusan definisi yang dikemukakan amin Daien ini memberikan penekanan pada sikap tanggung jawab seseorang kepada peserta ajar, sehingga dalam realisasinya merupakan suatu keharusan yang wajar bukan merupakan keterpaksaan. Definsi lain tentang lembag pendidikan yakni sebuah bentuk organisasi yangtersusun relatif tetap atas acuan-teladan tingkah laris, peranan-peranan dan relasi-hubungan yang terarah dalam mengikat individu yang memiliki otoritas formal dan hukuman aturan, guna tercapainya kebutuhankebutuhan sosial dasar. Adapun forum pendidikan Islam secara terminologi dapat diartikan suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam (Ahmadi, 1991:171) . Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan itu mengandung pengertian bentuk dan juga pengertian–pemahaman yang abstrak, adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta penanggungjawaban pendidikan itu sendiri. b. Jenis-jenis Lembaga Pendidikan Islam Untuk menerima gambaran yang lebih luas ihwal jenis-jenis forum pendidikan Islam mesti ditinjau dari aneka macam faktor, diantaranya (1) aspek azas fatwa Islam sebagai azas (2) faktor tempat dan waktu, dan (3) faktor penanggung jawab. Sedangkan dalam pembahasan kali ini penulis akan memfokuskan untuk membahas jenis-jenis forum pendidikan Islam yang ditinjau dari faktor penanggung jawabnya. Tanggung jawab kependidikan merupakan suatu tugas wajib yang mesti dilakukan, alasannya peran ini satu dari beberapa instrument penduduk dan bangsa dalam upaya pengembanan insan selaku khalifah di bumi. Tanggung jawab ini mampu dijalankan secara individu dan kolektif. Secara individu dilakukan oleh orang renta dan kolektif dilakukan lewat kerja sama seluruh anggota keluarga, penduduk dan pemerintah. Tanggung jawab kependidikan tidak mampu dilimpahkan sepenuhnya kepada pihak lain, seperti sekolah dan forum kependidikan yang lain, sebab sekolah berfungsi menolong orang bau tanah dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pendidik. Menurut Al-Qabisy, pemerintah dan orang bau tanah bertanggung jawab terhadap pendidikan anak baik berupa bimbingan, pengajaran secara menyeluruh. Konsep tanggung jawab pendidikan yang dikemukakan al-Qabisy ini berimplikasi secara tidak langsung dalam melahirkan jenis-jenis forum pendidikan sesuai dengan penanggung jawabnya. Jika penanggung jawabnya orang tua maka jenis forum pendidikan dimunculkan adalah forum pendidikan keluarga. Jika penanggung jawabanya yaitu pemerintah maka jenis lembaga pendidikan yang dilahirkan ini ada berbagai macam, mirip sekolah forum pemasyarakatan dan sebagainya. Jika penangung jawabnya yakni masyarakat, forum pendidikan yang dimunculkan mirip panti asuhan, panti jompo dan sebagainya. Masyarakat merupakan kumpulan individu dan kelompok yang terikat oleh kesatuan bangsa, Negara, kebudayaan, dan agama. Setiap penduduk , memiliki impian yang diwujudkan lewat peraturan-peraturan dan tata cara kekuasaan tertentu. Islam tidak membebaskan insan dari tanggung jawabnya selaku anggota masyarakat, ia ialah bagian yang integral sehingga harus tunduk pada norma- norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Begitu juga dengan tanggung jawabnya dalam melaksanakan tugas-peran kependidikan. F. Implementasi Pendidikan Islam Pendidikan Berkarakter di Lembaga Pendidikan Islam Indonesia yakni negara yang sungguh plural. Pertanyaan yang perlu diajukan ialah dapatkah metode pendidikan Islam diimplementasikan dalam tata cara pendidikan nasional? Jawabannya pastinya “dapat”. Sistem pendidikan Islam ialah sistem pendidikan yang sungguh fleksibel dan inklusif. Islam ialah satu-satunya agama yang menertibkan hampir semua aspek kehidupan insan, termasuk pendidikan. Prinsip pendidikan Islam sungguh gampang untuk diimplementasikan. Untuk dapat mengimplementasikan pendidikan Islam harus melibatkan unsur tripusat pendidikan, ialah keluarga, sekolah dan masyarakat, sehingga sekolah bukanlah satu-satunya pelaku pendidikan. Proses pendidikan mesti dimulai dari lingkungan keluarga. Keluarga memiliki tugas utama untuk mengajarkan terhadap individu tentang nilai-nilai tertentu, seperti kejujuran, keindahan, prinsip kesetaraan dan sebagainya. Nilai-nilai agama juga mesti ditanamkan semenjak individu tinggal dalam lingkungan keluarga. Di sekolah, individu mulai dikenalkan dengan banyak sekali ilmu pengetahuan, tergolong di dalamnya adalah ilmu agama. Masyarakat akan mendidik individu untuk menjadi insan “seutuhnya” yang mesti berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas. Di masyarakat individu akan menjadi individu yang menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Pada dasarnya prinsip pendidikan Islam mengembangkan nilai-nilai bersifat universal. Pendidikan huruf berdasarkan pandangan Islam yakni perjuangan sadar yang dilakukan pendidik kepada peserta bimbing untuk membentuk kepribadian peserta ajar yang mengajarkan dan membentuk watak, budbahasa, dan rasa berbudaya yang bagus serta berakhlak mulia yang menumbuhkan kesanggupan penerima bimbing untuk memperlihatkan keputusan baik dan jelek serta merealisasikan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan cara melaksanakan pendidikan, pengajaran, panduan dan pelatihan yang berpedoman pada al-Quran dan as-Sunah. P erbedaan-perbedaan antara pendidikan secara umum dengan pendidikan Islam. Perbedaan utama yang paling menonjol yaitu bahwa pendidikan Islam bukan hanya mementingkan pembentukan langsung untuk kebahagiaan dunia, namun juga untuk kebahagiaan darul baka. Pendidikan Islam lebih menekankan pada faktor tutorial (menuntun) daripada pengajaran serta berupaya untuk mengembangkan kesempatanindividu. Selain itu pendidikan Islam berusaha membentuk eksklusif yang bernafaskan ajaran-pemikiran Islam. Hal inilah yang cukup membedakan pendidikan Islam dengan pendidikan secara lazim yang banyak dilandasi pada ideologi sekuler. Untuk itu, pendidikan Islam bertujuan untuk menyiapkan individu menumbuhkan segenap peluangdiri yang ada baik jasmani maupun rohani dengan perkembangan yang terus menerus semoga dapat hidup dan berpenghidupan tepat sehingga ia dapat menjadi anggota masyarakat yang memiliki kegunaan bagi dirinya dan umatnya. CITATION Arm05 \l 1057 (Arief, 2005) Sistem pendidikan Islam dalam pelaksanaanya memiliki beberapa kaidah yang menjadi dasar proses pendidikan: 1. Islam menekankan bahwa pendidikan ialah kewajiban agama sehingga proses pembelajaran dan transmisi ilmu sangat berarti bagi kehidupan insan. 2. Seluruh rangkaian pelaksanaan pendidikan yaitu ibadah terhadap Alloh SWT, sehingga pendidikan ialah kewajiban perorangan sekaligus kolektif. 3. Islam memberikan derajat tinggi bagi kaum terdidik, sarjana maupun ilmuwan. 4. Islam memberikan landasan bahwa pendidikan merupakan acara sepanjang hayat. (long life education). Sebagaimana Hadist Nabi ihwal menimba ilmu dari sejak buaian ibu hingga liang kubur. 5. Konstruksi pendidikan menurut Islam bersifat dialogis, inovatif dan terbuka dalam menerima ilmu wawasan baik dari Timur maupun Barat. Itulah sebabnya Nabi Muhammad SAW untuk menyuruh umatnya menuntut ilmu walau ke negeri Cina. CITATION Azy10 \l 1057 (Azra, 2010) Sistem pendidikan Islam juga mempunyai tujuan lain yang lebih luas cakupannya, di antaranya: berdasarkan Jalal, tujuan lazim pendidikan Islam yaitu terwujudnya manusia sebagai hamba Alloh, pendidikan harus menyebabkan seluruh insan menghambakan diri kepada Alloh, adalah dengan beribadah terhadap Alloh. Konsep ibadah dalam hal ini meliputi semua amal, asumsi, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Alloh. Aspek ibadah merupakan keharusan orang Islam untuk mempelajarinya semoga dia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar. Menurut Syaibani, tujuan pendidikan Islam ialah: 1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, meliputi pergeseran yang berupa wawasan, tingkah laku penduduk , tingkah laku jasmani dan rohani dan kesanggupan-kemampuan yang mesti dimiliki untuk hidup di dunia dan di darul baka. 2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, meliputi tingkah laku penduduk , tingkah laris individu dalam penduduk , pergantian kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman penduduk . 3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, selaku seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat CITATION Sut10 \l 1057 (Hadi, 2010) Pendidikan Islam mengajarkan prinsip kesetaraan, kebersamaan, toleransi, perdamaian dan sebagainya, yang semua nilai tersebut juga ditemui dalam dogma lain. Hal lain yang perlu diamati dalam metode pendidikan Islam, individu mesti ditempatkan selaku “insan” yang mempunyai keunikan. Tingkat kecerdasan antara individu satu dengan yang lain tidak mampu saling diperbandingkan. Setiap individu mempunyai kesempatanmasing-masing, dan kita dilarang untuk memaksakan potensi mereka. Pemerintah sebagai institusi kunci dalam proses perumusan kebijakan harus memberikan peluang yang serupa kepada setiap individu. Kesempatan ini mesti diupayakan baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemerintah juga tidak boleh mengkultuskan posisi forum pendidikan formal, yang kemudian mempunyai efek pada posisi pendidikan nonformal yang dinomorduakan. Pengkultusan pendidikan formal ini dalam praktiknya justru banyak menjadikan imbas negatif. Terlebih lagi, di kurun global ini, penduduk dituntut untuk bekerja secara instan. Budaya instan ini ternyata menggerogoti praktik pendidikan nasional. Di lain pihak, beribu problem yang melanda dunia pendidikan nasional, tidak lepas dari banyak sekali kekuatan yang melanda negara kita. 1. Tekanan untuk mendapatkan gelombang globalisasi. 2. Tekanan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang belum mapan. Masyarakat tidak siap menerima aneka macam pergeseran kebijakan pendidikan. 3. Budaya KKN yang sulit dihapus. Ketiga faktor ini turut memperparah masalah pendidikan nasional. Tekanan modernisasi dan globalisasi memaksa pemerintah untuk merencanakan SDM yang berdaya saing di tingkat internasional. Segala kebijakan pun diarahkan untuk tujuan ini, maka dibentuklah tipe sekolah semacam SBI (Sekolah Berstandar Internasional), kelas bilingual atau kelas internasional. Pendirian beberapa tipe sekolah ini ternyata menimbulkan ketimpangan sosial, membuat ketidakmerataan akses pendidikan. Banyaknya masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan yaitu pekerjaan rumah yang sungguh sulit untuk diatasi. Pendidikan dan keadaan ekonomi yakni dua faktor yang memiliki kedudukan yang sejajar. Dua faktor tersebut saling mempengaruhi. Untuk itu, kedua komponen tersebut mesti diperhatikan secara bersama-sama tanpa mempertimbangkan mana yang harus didahulukan, mana yang dinomorduakan. Pendidikan yaitu kunci pergantian sekaligus kunci peradaban. Tanpa pendidikan, kemajuan peradaban suatu bangsa susah untuk diraih. Mentalitas korup juga turut memperparah implementasi kebijakan di bidang pendidikan. Berbagai kebijakan terkadang mentah, tidak menciptakan manfaat apapun, bahkan justru merugikan berbagai pihak khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah. Kebijakan sekolah gratis misalnya, tidak diimplementasikan dengan benar oleh beberapa lembaga pendidikan. Meskipun pemerintah menggratiskan sekolah negeri, tetapi kenyataan di lapangan acap kali jauh dari impian. Sekolah negeri yang seharusnya gratis, ternyata masih memberlakukan aneka macam pungutan liar dengan berbagai argumentasi. Masalah ini kadang abad masih diperparah dengan mekanisme penerimaan peserta didik baru yang tidak cocok dengan aturan, misalnya dalam persoalan transparansi. Banyak sekolah yang tidak transparan dalam mengumumkan hasil seleksi penerimaan peserta asuh gres, contohnya melalui amplop atau surat. Mekanisme ini sungguh membuka kesempatan terjadinya kecurangan atau bahkan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Implementasi Pendidikan Karakter di Lembaga Pendidikan Islam Ki Hajar Dewantara sebagaimana dikutip CITATION Ami12 \l 1057 (Syarbini, 2012) membagi lingkungan pendidikan menjadi tiga yang disebut selaku tri sentra pendidikan , yaitu sekolah/madrasah, keluarga dan masyarakat. Pada pembahasan kali ini penulis cuma membahas perihal penerapan pendidikan aksara di lembaga pendidikan Islam. Lembaga bukanlah ruang hampa makna. Bagi pendidikan abjad keseluruhan forum (fisik dan orang-penduduknya) haruslah menjadi sumber teladan. Semua pihak yang terlibat di dalam lembaga pendidikan (bahkan pedagang) harus memperlihatkan diri selaku contoh pelaksanaan nilai-nilai, juga harus memperlihatkan dorongan bagi seluruh proyek riyadhah Secara sadar atau pun tidak, aneka macam lembaga pendidikan yang mencoba menerapkan pendidikan aksara pada penerima didiknya. Mengapa demikian, sebab masih banyak lembaga atau sekolah-sekolah yang lebih menekannkan hasil berguru saja, bukan bagaimana mendidik peserta didiknya menjadi insan yang berilmau sekaligus mempunyai aksara atau etika yang mulia. Pada dasarnya baik forum pendidikan lazim atau forum pendidikan Islam dalam melaksankan pendidikan huruf kurang lebih sama cuma saja adalah secara khusus terpusat dengan mata pelajaran PKN dan Pendidikan Agama Islam dan secara umum para guru menyisipkan pendidikan abjad pada mata pelajaran yang lain dengan cara waktu penyamapaian bahan baik secara pribadi ataupun tidak langsung supaya membentuk abjad akseptor bimbing. Jika pada lemabaga pendidikan formal yang tidak berbasiskan Islam seperti sekolah (SD, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengan Atas) pendidikan karakternya lewat mata pelajaran PKN dan PAI, dalam forum pendidikan Islam (MI, MTs dan MA) menggunakan mata pelajaran PKN dan PAI yang dipecah-pecah lagi kedalam beberapa mata pelajaran seperti iktikad & adab, al-Alquran Hadis, dan sebagainya. Makara dalam pendidikan Islam ini, pendidikan karakternya lebih secara umum dikuasai barbasiskan Agama. Sebenarnya bukan hanya itu, banyak hal yang dapat dilakukan untuk mewujudkan pendidikan abjad di madrasah. Konsep abjad tidak cukup dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan planning pelaksanaan pembelajaran di madrasah, namun harus lebih dari itu. Madrasah harus menjadikan pendidikan aksara selaku sebuah tatanan nilai yang berkembang dengan baik di madrasah yang diwujudkan dalam pola dan usul nyata yang dipertontonkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan di madrasah dalam keseharian aktivitas di madrasah. Contohya, extrakulikuler seperti rohis, pramuka dan lain-lain atau perlindungan peran mirip di bulan ramadhan pembagian buku peran ramadhan untuk meresume pengajian, aktif atau tidaknya shalat taraweh dan sebagainya. Selanjutnya, pendidikan aksara di pesantren. Telah kita pahami bahwa pesantren adalah forum pendidikan tertua di negeri ini. Ia telah melahirkan tokoh-tokoh bangsa yang santun, bakir dan berkarakter. Cara dalam pesantren menumbuhkan abjad penerima didiknya (santrinya) dengan menekankan pendidikan dan penyempurnaan adab. Para santri terus diawasi dan tidak mampu melaksanakan hal-hal yang menyimpang dalam koridor agama, sehingga para santrinya mempunyai akhalak yang bagus. Kegiatan-aktivitas di pesantren yang mampu menumbuhkan aksara yang baik contohnya mirip, penghafalan al-Quran, hadis, kitab-kitab, pelatihan dibidang kesenian mirip, nasyid, rebbana, tilawah dan sebagainya. Namun belakangan nama pesantren tercoreng sebab insiden beberapa oknum yang terlibat dalam gerakan terorisme. Oleh karena itu, sudah saatnya tugas dan fungsi pesantren/surau/dayah dioptimalkan kembali selaku kawah candradimuka pendidikan Islam di Indonesia. Juga selaku benteng pembangunan budbahasa bagi generasi bangsa. Di sisi lain ada juga pendidikan aksara yang dikerjakan di masjid-masjid. Masjid sebagai alternative bagi seseorang yang tidak memiliki ongkos untuk memasuki sekolah, madrasah ataupun pesantren untuk menumbuhkan abjad yang bagus atau etika mulia. Banyak dikalangan ulama yang memperlihatkan ilmu dan panduan secara cuma-cuma demi tercapainya atau terwujudnya karakter dan budpekerti mulia bagi seluruh umat manusia. Biasanya dalam pelaksanaan pendidikan aksara di masjid-masjid, menggunakan metode ta’lim , pengajian dan program-program peringatan hari-hari besar Islam. selain itu juga, masjid digunakan selaku daerah Taman Pendidikan Al-Alquran (TPA) yang tidak lain dan tidak bukan tujuanya untuk membentuk karakter perserta didiknya. BAB III PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan klarifikasi diatas mampu disimpulkan bahwa rancangan pendidikan berdasarkan Al-Qur’an diarahkan pada upaya membantu anak latih biar dapat melakukan fungsinya mengabdi terhadap Allah. Seluruh potensi yang dimiliki anak latih, yakni potensi intelektual, jiwa dan jasmani harus dibina secara terpadu dalam keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan yang tergambar dalam sosok insan seutuhnya. Hal ini harus pula berimplikasi kepada bahan, tata cara dan lain-lain yang berhubungan dengannya, sehingga membentuk sebuah metode pendidikan yang sempurna. Deskripsi kependidikan yang diberikan oleh Al-Qur’an nampak memberikan sosok yang komprehensif mulai dari tujuan, bahan, sistem, penilaian dan sebagainya Namun demikian pada semua faktor pendidikan itu, Al-Qur’an nampak lebih memposisikan dirinya selaku pemandu dalam prinsip, dan tidak memasuki daerah yang lebih bersifat teknis. Mengenai bagaimana tujuan yang dirumuskan, bahan disusun, guru-guru dilatih dan evaluasi dilaksanakan, semua itu diserahkan pada daya kreativitas dan ijtihad manusia. Dengan demikian keterlibatan manusia secara intens dalam pendidikan amat dituntut. B. Saran 1. Kedua Orang Tua Bagi orang tua hendaknya senantiasa mengembangkan pendidikan bagi anakanaknya utamanya pendidikan budpekerti dan ketauhidan terhadap Allah karena adat dan ketauhidan akan mampu mengatur diri anak dalam kehidupannya. 2. Anak Bagi anak hendaknya senantiasa mentaati kedua orang renta selama tidak melanggar ketentuan agama Islam agar dalam kehidupannya senang di dunia dan alam baka. 3. Sekolah Hendaknya bagi lembaga memperlihatkan pelayanan yang mencukupi dalam hal fasilitas dan para sarana demi tercapainya proses belajar mengajar yang efektif. 4. Pendidik Bagi pendidik supaya selalu memajukan pembelajaran dan cara-cara mengajar baik dalam memakai metode mengajar dan media pembelajaran demi tercapainya sebuah tujuan pendidikan. 5. Peserta Didik Bagi peserta bimbing hendaknya hendaknya selalu tekun belajar mulai dari tingkat taman kanak-kanak (Taman Kanak-kanak), Sekolah dasar (Sekolah Dasar), sekolah menengah (Sekolah Menengah Pertama atau Sekolah Menengan Atas) dan sekolah tinggi serta mentaati para guru dan mentaati segala tata tertib yang ada di sekolah semoga memiliki kurun depan yang cerah. DAFTAR PUSTAKA BIBLIOGRAPHY Abdullah, A. S. (1990). Teori-teori Islam Berdasarkan Al-Qurán. Jakarta: Rineka Cipta. Ahmadi, A. (1991). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta. Al-Attas, N. (2000). Konsep Pendidikan dalam Islam, Terjemahan Haidar Bagir. Bandung: Mizan. Arief, A. (2005). metodologi dan pendidikan islam. jakarta: Ciputat Pers. Arifin. (1991). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Arifin. (2003). Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara. Arifin, M. (1993). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Azra, A. (2010). Agama, Budaya dan Pendidikan. Surakarta: Yuma Pustaka. Daien, A. (1990). Pengantar Ilmu Mendidik Sebuh Tinjauan Teoritis Filosofis. Surabaya: Usaha Nasional. Daradjat, Z. (1992). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Daud, M. D. (2004). Lembaga-lembaga Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hadi, S. (2010). implementasi pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Langgulung, H. (2007). Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21. Jakarta: Pustaka Al-Husna. Majib, M. A. (1993). Pemikiran Pendidkan Islam. Bandung: Trigenda Karya. Mansyur, K. (1992). Bulughal Maram. Jakarta: Rineka Cipta. Ramayulis. (2002). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Roqib, M. (2009). Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta. Sujono. (2005). Pendahuluan Pendidikan Islam. Bandung: CV Bina Ilmu. Supriyanto, M. S. (2006). Tarbiyah-Qur'aniyyah. Malang: UIN Malang Press. Syarbini, A. (2012). Buku Pintar Pendidikan Karakter. Jakarta: Prima Pustaka. Tafsir, A. (1994). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ulwan, A. N. (1995). Tarbiyatul Aulad: Pendidikan Anak Diterjemahkan Raharjo. Bandung: Remaja Rosdakarya. Yunus, M. (1990). Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: YP3A. Sumber https://bookish15.blogspot.com
pop
Senin, 06 April 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon