Kamis, 30 April 2020

Bahan Iq Eq Dan Sq

A.    Konsep dan Ragam Kecerdasan (IQ, EQ, SQ) 1.      Pengertian kecerdasan Menurut Howard Gardner kecerdasan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki individu yang dapat berkembang secara alami dan dapat pula dikembangkan lewat pembelajaran dan pengalaman. Ini memiliki arti lingkungan mampu berperan dalam menolong individu untuk berbagi kemampuannya. Adapun berdasarkan Gottfredson mengemukakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan mental yang bersifat biasa , yang diantaranya selaku kesanggupan untuk menelaah ( to reason ), merencanakan, memecahkan dilema, berpikir anstrak, mengemukakan pandangan baru-ilham, belajar cepat dan mencar ilmu dari pengalaman. Maka dapat diambil kesempulan dar i pengertian kecerdasan ialah  semua daya atau kesanggupan yang mampu meningkat melalui pembelajaran yang melalui pembelajaran yang berisikan delapan faktor  kecerdasan yang mau dibahas di point 2. 2.      Aspek Kecerdasan (pembagian terstruktur mengenai kecerasan) Terdapat delapan faktor kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner, ialah : a.          Kecerdasan Linguistik b.         Kecerdasan akal matematis c.          Kecerdasan spasial d.         Kecerdasan kinestestis jasmani e.          Kecerdasan musikal f.           Kecerdasan intrapersonal g.         Kecerdasan interpersonal h.         Kecerdasan naturalis 3.      Hakekat  IQ, EQ,SQ a.       Hakekat IQ Orang kadang kala menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua ungkapan ini memiliki perbedaan arti yang sungguh mendasar. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kesanggupan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa inteligensi adalah sebuah kesanggupan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh sebab itu, inteligensi tidak mampu diamati secara eksklusif, melainkan harus ditarik kesimpulan dari banyak sekali tindakan aktual yang ialah manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari suatu alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ cuma menunjukkan sedikit indikasi tentang taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan. Intelligence Quotient atau yang umum disebut dengan IQ merupakan perumpamaan dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, andal psikologi dari Perancis pada permulaan kurun ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan menyebarkan norma populasi, sehingga berikutnya test IQ tersebut dikenal selaku test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya cuma bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak dipakai untuk mengukur kecerdasan belum dewasa sampai usia 13 tahun. Inti kecerdasan intelektual yaitu aktifitas otak.Otak ialah organ hebat dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat tubuh kita. Namun demikian, benda kecil ini menyantap lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam badan.Otak mempunyai 10 hingga 15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan.Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan.Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius memakainya 5-6 %.Sampai kini para ilmuan belum mengerti penggunaan sisa memori sekitar 94 %. Tingkat kecerdasan seorang anak yang diputuskan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam mencar ilmu.Menurut pengusutan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun.Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping aspek gizi kuliner yang cukup. IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berganti hingga seseorang dewasa, kecuali bila ada karena kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan.IQ yang tinggi mempermudah seorang murid berguru dan mengerti aneka macam ilmu.Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesusahan mencar ilmu pada seorang murid, disamping aspek lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak yakni pada dikala dia mulai berkata-kata. Ada korelasi eksklusif antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.  Rumus kecerdasan biasa , atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah : Usia Mental Anak X100 = IQ Usia Sesungguhnya Contoh : Misalnya anak pada usia 3 tahun sudah punya kecerdasan bawah umur yang rata-rata baru bisa berbicara mirip itu pada usia 4 tahun. Inilah yang disebut dengan Usia Mental. Berarti IQ si anak yaitu 4/3 x 100 = 133. Interpretasi atau penafsiran dari IQ yaitu sebagai berikut : TINGKAT KECERDASAN IQ Genius Di atas 140 Sangat Super 120-140 Super 110-120 Normal 90-110 Bodoh 80-90 Perbatasan 70-80 Moron/Dungu 50-70 Imbecile 25-50 Idiot 0-25 b.      Hakekat EQ EQ adalah ungkapan baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman.Berdasarkan hasil observasi para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia mempunyai dua potensi anggapan, yaitu anggapan rasional dan anggapan emosional.Pikiran rasional digerakkan oleh kesanggupan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi. Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “bantuan IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun aspek-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi fikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya membuat keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan mampu mengubah sesuatu yang jelek menjadi sesuatu yang kasatmata dan bermanfaat. Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih kasatmata.Seorang yang bisa mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya memiliki peluang menjadi manusia-insan utama dilihat dari berbagai sisi. Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat akrab secara fungsional.Antara satu dengan yang lain saling memilih.Otak berfikir harus berkembang dari kawasan otak emosional.Beberapa hasil observasi menandakan bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual. Beberapa pengertian EQ yang lain, yakni : Kecerdasan emosional ialah kesanggupan individu untuk mengenal emosi diri sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengorganisir dengan baik emosi pada diri sendiri dalam berafiliasi dengan orang lain (Golleman, 1999). Emosi yaitu perasaan yang dialami individu selaku reaksi terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Emosi tersebut bermacam-macam, namun dapat dikelompokkan kedalam kategori emosi mirip; murka, takut, sedih, besar hati, kasih sayang dan takjub (Santrock, 1994). Manusia dengan EQ yang bagus, mampu menyelesaikan dan bertanggung jawab penuh pada pekerjaan, mudah bersosialisasi, mampu menciptakan keputusan yang manusiawi, dan berpegang pada janji.Makanya, orang yang EQ-nya manis mampu melaksanakan segala sesuatunya dengan lebih baik. Kecerdasan emosional yakni kemampuan mencicipi, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi selaku sumber energi, berita koneksi dan dampak yang manusiawi.Dapat dikatakan bahwa EQ ialah kemampuan mendengar bunyi hati sebagai sumber berita. Untuk pemilik EQ yang bagus, baginya infomasi tidak hanya didapat lewat panca indra semata, namun ada sumber yang lain, dari dalam dirinya sendiri yakni bunyi hati. Malahan sumber infomasi yang disebut terakhir akan menyaring dan memilah berita yang didapat dari panca indra. Substansi dari kecerdasan emosional yaitu kesanggupan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi.Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, mampu membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non mulut. Semua pengertian tersebut akan menuntunnya semoga bersikap sesuai dengan keperluan dan tuntutan lingkungannya Dapat dikenali kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Tidak lain alasannya adalah orang tersebut mampu merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat . Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran akad, visi, kreatifitas, ketahanan mental akal dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal) mirip self awamess (yakin diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation (menertibkan diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy, kesanggupan mengetahui orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang mampu mengelola konflik dengan orang lain secara baik . Kecerdasan emosional ialah kesanggupan seseorang menertibkan emosinya ketika menghadapi suasana yang mengasyikkan maupun menyakitkan.Mantan Presiden Soeharto dan Akbar Tandjung adalah acuan orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, mampu mengendalikan emosinya dalam berkomunikasi. Dalam bahasa agama , EQ yakni kepiawaian menjalin “hablun min al-naas”. Pusat dari EQ yakni “qalbu” .Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani.Hati dapat mengenali hal-hal yang tidak dapat dikenali oleh otak. Hati yaitu sumber keberanian dan semangat , integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk mencar ilmu, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani. c.       Hakekat SQ SQ ialah peluanganugrah Tuhan yang dimiliki setiap insan semenjak lahir serempak dengan potensi-kesempatanmanusiawi lain yakni PQ (physical quotient = kecerdasan ragawi), EQ (emotional quotient = kecerdasan emosi) dan IQ (intelectual quotient = kecerdasan intelektual). Sejak ruh ditiupkan ke janin di rahim seorang ibu, pada saat itulah manusia sudah memiliki potensi SQ yang diberikan Tuhan. Potensi itu akan dibawa terus dalam kehidupannya. Namun seperti juga otot, jikalau kesempatanini tidak dilatih dan diberdayakan, maka SQ pun tidak akan berkembang. SQ juga perlu asupan yang sempurna supaya tumbuh dan menjadi kokoh. Asupan SQ adalah firman-firman Tuhan yang tertulis dalam kitab suci agama-agama. Agama sebetulnya mengajak manusia semoga menjadi pintar SQ, menjadi memahami perihal hakekat keberadaannya dan keberadaan Tuhan dalam hidupnya. Sayangnya banyak manusia yang berguru agama kemudian berhenti pada pemahaman semata, atau sekadar pada tataran religiusitas tanpa mencoba menjamah hakikat-hakikat hidup dan kehidupan. Hakikat bahwa keberadaannya hanyalah selaku hamba Tuhan dan tidak mampu lepas dari kuasa Tuhan barang sedetikpun. Dengan kata lain tanpa mengenal hakikat Tuhan, hakikat manusia dan bagaimana potensi akidah mampu memberdayakan dirinya, bekerjsama manusia tersebut sedang melalaikan atau mengabaikan kesempatanSQ-nya. d.      Hakekat EI EI merupakan kecerdasan memakai dan mengatur perasaan sehingga setiap perasaan diekspresikan secara tepat dan efektif serta dapat bekerja sama dengan orang lain meraih tujuan. Sebagai teladan dengan mempekerjakan EI, sesorang dapat murka terhadap orang yang sempurna, dengan tingkat dan cara marah yang cocok, pada waktu yang sempurna, serta dengan tujuan yang tepat. Tidak mau mendengar pendapat orang lain, merasa benar dan mau menang sendiri, menguasai pembicaraan dalam rapat, pilih kasih, meluapkan rasa gembira atau sukacita secara berkelebihan, duka yang berkepanjangan, menyimpan rasa dendam, dan frustrasi yaitu teladan-teladan lemahnya EI seseorang. Sedangkan EI merefleksikan kesanggupan seseorang untuk berimpati dengan orang lain, menahan amarah atau rasa bahagia, mengontrol dorongan hati, sadar diri, bertahan, berkomunikasi, bergaul, dan melakukan pekerjaan secara efektif dengan orang lain dalam meraih tujuan bareng . Bahkan dengan menunjukkan banyak sekali acuan yang meyakinkan, Goleman menyampaikan EI lebih penting dibandingkan dengan IQ sebab IQ gres dapat melakukan pekerjaan secara efektif kalau seseorang bisa memfungsikan EI-nya. Orang yang mempunyai IQ biasa-biasa saja dapat sukses dalam hidupnya sebab mampu mempergunakan EI-nya dengan tepat. Ia dapat menutupi kelemahannya berpikir dan bernalar dengan berkomunikasi secara lebih baik dan meyakinkan. Akan namun banyak juga orang yang tidak menyadari eksistensi dan peranaan EI itu, sehingga peluangyang amat berharga itu kurang atau tidak didayagunakan. Prestasi dan keungulannya dalam berpikr dan bernalar tertutupi oleh ketidakcakapannya dalam berkomunikasi dan bergaul. Dalam konteks pendididikan di sekolah, Goleman menyarankan agar kurikulum serta materi pelajaran dan proses pembelajaran hendaknya memberdayakan serta berbagi EI setiap siswa sehingga memiliki kemampuan lebih dalam tanggung jawab, interaksi sosial, pengertian atas orang lain, berdemokrasi, hidup harmonis, mengatasi pertentangan-pertentangan sosial, yakin diri, dan pengendalian diri. Masing-masing kesanggupan ini dapat dilatih dan dikembangkan dalam suasana dan keadaan belajar yang aman dengan catatn guru sungguh-sungguh memahami unsure-nsur emosi itu serta memberdayakannya secara sempurna. e.       Hakekat AQ IQ dan EI mengirimkan ke pintu permulaan berhasil namun untuk mampu melanjutkan dan meningkatkannya perlu mengggunakan kecerdasan lain yang mampu menciptakan seseorang tetap bertahan, tidak mengalah, serta berjuang terus menjangkau kesuksesan demi keberhasilan. Jenis kecerdasan yang demikian disebutnya dengan Adversity Quotients (AQ) dan dianggap selaku aspek yang terpenting dalam menjangkau berhasil. Dalam kehidupan sehari-hari terlihat orang yang sukses dalam pekerjaan kariernya, meskipun banyak hambatan dan tantangan yang menghalangi. Di pihak lain tak sedikit orang yang gagal dan menyerah kalah dalam menghadapi duduk perkara-persoalan yang menghadang. Perbedaan nasib orang yang sukses dan orang yang gagal itu terletak pada perbedaan AQ yang dimiliknya. Dr. Gerald Pepper, Pofesor di bidang komunikasi di Universitas Minnesota, mengemukakan bahwa AQ yakni ukuran sekaligus falsafah. Sebagai ukuran AQ menyatukan riset psikologi kognitif,psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi untuk membentuk suatu gambaran lengkap tenang bagaimana cara menghadapi kesulitan dan mengapa. Sebagai falsafah, AQ menghidangkan sebuah cara untuk membingkai kembalai kehidupan insan. AQ merupakan akal untuk bergerak maju, menjadikan diri seseoranng lebih dibandingkan dengan sebelumnya dan memegang kendalai ke mana dia harus pergi. AQ ini dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran antara lain dengan menunjukkan dilema-dilema gres kepada siswa untuk dipecahkan secara individual atau secara beregu.Keceredasan atas dasar spiritualitas. Semoga berguna :)
Sumber https://bookish15.blogspot.com


EmoticonEmoticon